Kopi dan aktvis, dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Bukan hanya saat bersantai, bahkan saat serius menekuni profesi keaktivisannya, kopi akan selalu menemani.
Maka setiap hendak melakukan konsolidasi, koordinasi, rapat di luar, atau apalah namanya hingga sekedar nongkrong, kalimat yang biasanya pasti disebut adalah "Ayo ngopi diluar (menunjuk tempat)".
Semenjak aktif dalam keaktivisan di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di Malang, kopi memang menjadi bagian penting. Seperti saat kami menghadapi sebuah persoalan rumit, untuk membahasnya kadang tidak dilakukan di komisariat tapi di tempat ngopi. Termasuk curhat. Bahkan, saya sempat disidang di warung kopi menyangkut suatu masalah (hahahaha colek yang ngerasa).
Hampir setiap konsolidasi yang dilakukan Renaissance di luar komisariat, kopi tetap harus ada. Selain rokok bagi 'ahli hisab' tentunya.
Walau menikmati kopi di warung kopi memang asyik, tapi tahukah immawan/immawati sekalian bahwa pernah ada sesosok immawan yang memiliki keahlian di bidang racik meracik kopi.
Kalau kopi sachet, tinggal tuang air panas. Hampir tidak ada seni meraciknya. Tapi ini kopi hitam, yang bubuk dan gulanya terpisah sehingga harus bersinergi untuk menghasilkan aroma dan rasa yang tentu ciamik. Istilahnya kopi banget gitu lhooo...
Tidak semua orang bisa meracik bubuk kopi hitam dan gula dengan baik. Terkadang, bubuk kopinya terlalu banyak sehingga pahit. Bahkan bukan pahit kopi lagi yang terasa.
Ada juga, yang bubuk kopinya terlalu sedikit, sementara gulanya banyak. Jadinya, air gula berwarna hitam karena tidak ada rasa kopinya.
Di Renaissance (menyebut komisariat IMM Renaissance FISIP UMM), ada sosok immawan bernama Supriono. Namanya Jawa banget. Tapi sebenarnya, dia sangat fasih bahasa Madura. Mungkin karena ia berasal dari Jember.
Sedikit memperkenalkan sosok Supriono ini. Ia seangkatan dengan saya, masuk UMM tahun 2003 dan DAD (Darul Arqom Dasar) tahun yang sama. Bedanya, dia langsung aktif di komisariat sejak itu, sementara saya sempat satu tahun vakum dan tidak aktif di Renaissance.
Sebagai kader baru, penampilannya sudah memperlihatkan kalau ia sangat humoris. Rambutnya sedikit panjang, tapi dipaksa lurus dengan direbonding. Hingga akhirnya rambutnya dipotong pendek, dan nampaklah kebotakannya. Rambut rebonding panjang hanya modus dia menutupi kebotakannya itu.
Sampai Supriono ini sempat menjadi Ketua KPRF (Komisi Pemilu Raya Fakultas) FISIP. Seorang anggota KPRF kala itu, asal Papua bernama Tobias, bahkan selalu terpingkal-pingkal kalau sudah mendengar Supriono ini ngelawak.
Immawan Supriono ini, punya banyak nama samaran. Supriono lebih sering dipanggil bobi atau sueb atau supri dan beberapa nama lain yang saya sendiri lupa.
Satu lagi yang teringat, immawan ini termasuk yang gaptek. Baik soal mengetik, hingga soal internet. Yang ia paham hanya main FM (Football Manager). Pernah satu kali, bersama saya mencari bahan untuk skripsi di warnet daerah Jetis lebih dari satu jam. Saya sudah penuh flasdish, sementara dia untuk membuka google saja tidak bisa.
"Terus lebih dari sejam kamu ngapain aja Eb (Sueb)?" tanyaku
"Nonton," jawab seenaknya sembari ikut keluar. Praktis, tidak ada bahan yang ia dapatkan selain hanya menonton.
Tapi itu tadi, kelebihan dia adalah Supriono alias Sueb alias Bobi ini, adalah seorang peracik kopi hitam yang handal, yang pernah dimiliki IMM Renaissance FISIP UMM.
Kami termasuk Supriono alias Bobi alias Sueb alias Supri dan beberapa teman, sempat numpang hidup di kontrakan Immawan Zul Fadly dan Fahd Hamka, di Sengkaling. Sebagai 'penumpang gelap', menyajikan kopi di pagi hari adalah salah satu cara Supriono alias Bobi alias Sueb alias Supri, untuk menjamu siempunya kontrakan.
Kopi racikan Supriono alias Bobi alias Sueb alias Supri, harus diakui sangat enak. Sebelum berangkat ke kampus, seruput kopi yang ia sajikan itu nikmat sekali.
Supriono alias Bobi alias Sueb alias Supri, sebenarnya penikmat kopi. Setiap pagi, harus ada kopi. Pernah suatu kali ia memilih tidak ke kampus karena tidak ada kopi.
Maka setiap hendak melakukan konsolidasi, koordinasi, rapat di luar, atau apalah namanya hingga sekedar nongkrong, kalimat yang biasanya pasti disebut adalah "Ayo ngopi diluar (menunjuk tempat)".
Semenjak aktif dalam keaktivisan di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di Malang, kopi memang menjadi bagian penting. Seperti saat kami menghadapi sebuah persoalan rumit, untuk membahasnya kadang tidak dilakukan di komisariat tapi di tempat ngopi. Termasuk curhat. Bahkan, saya sempat disidang di warung kopi menyangkut suatu masalah (hahahaha colek yang ngerasa).
Hampir setiap konsolidasi yang dilakukan Renaissance di luar komisariat, kopi tetap harus ada. Selain rokok bagi 'ahli hisab' tentunya.
Walau menikmati kopi di warung kopi memang asyik, tapi tahukah immawan/immawati sekalian bahwa pernah ada sesosok immawan yang memiliki keahlian di bidang racik meracik kopi.
Kalau kopi sachet, tinggal tuang air panas. Hampir tidak ada seni meraciknya. Tapi ini kopi hitam, yang bubuk dan gulanya terpisah sehingga harus bersinergi untuk menghasilkan aroma dan rasa yang tentu ciamik. Istilahnya kopi banget gitu lhooo...
Tidak semua orang bisa meracik bubuk kopi hitam dan gula dengan baik. Terkadang, bubuk kopinya terlalu banyak sehingga pahit. Bahkan bukan pahit kopi lagi yang terasa.
Ada juga, yang bubuk kopinya terlalu sedikit, sementara gulanya banyak. Jadinya, air gula berwarna hitam karena tidak ada rasa kopinya.
Di Renaissance (menyebut komisariat IMM Renaissance FISIP UMM), ada sosok immawan bernama Supriono. Namanya Jawa banget. Tapi sebenarnya, dia sangat fasih bahasa Madura. Mungkin karena ia berasal dari Jember.
Supriono alias Bobi alias Sueb alias Supri yang celana merah dan topi (Dok: IMM Renaissance FISIP UMM) |
Sebagai kader baru, penampilannya sudah memperlihatkan kalau ia sangat humoris. Rambutnya sedikit panjang, tapi dipaksa lurus dengan direbonding. Hingga akhirnya rambutnya dipotong pendek, dan nampaklah kebotakannya. Rambut rebonding panjang hanya modus dia menutupi kebotakannya itu.
Sampai Supriono ini sempat menjadi Ketua KPRF (Komisi Pemilu Raya Fakultas) FISIP. Seorang anggota KPRF kala itu, asal Papua bernama Tobias, bahkan selalu terpingkal-pingkal kalau sudah mendengar Supriono ini ngelawak.
Supriono alias Bobi alias Sueb alias Supri, duduk paling depan. Foto usai Musykom yang mengukuhkan Joko Pitoyo Ketum IMM Renaissance periode 2005-2006. |
Satu lagi yang teringat, immawan ini termasuk yang gaptek. Baik soal mengetik, hingga soal internet. Yang ia paham hanya main FM (Football Manager). Pernah satu kali, bersama saya mencari bahan untuk skripsi di warnet daerah Jetis lebih dari satu jam. Saya sudah penuh flasdish, sementara dia untuk membuka google saja tidak bisa.
"Terus lebih dari sejam kamu ngapain aja Eb (Sueb)?" tanyaku
"Nonton," jawab seenaknya sembari ikut keluar. Praktis, tidak ada bahan yang ia dapatkan selain hanya menonton.
Tapi itu tadi, kelebihan dia adalah Supriono alias Sueb alias Bobi ini, adalah seorang peracik kopi hitam yang handal, yang pernah dimiliki IMM Renaissance FISIP UMM.
Kami termasuk Supriono alias Bobi alias Sueb alias Supri dan beberapa teman, sempat numpang hidup di kontrakan Immawan Zul Fadly dan Fahd Hamka, di Sengkaling. Sebagai 'penumpang gelap', menyajikan kopi di pagi hari adalah salah satu cara Supriono alias Bobi alias Sueb alias Supri, untuk menjamu siempunya kontrakan.
Kopi racikan Supriono alias Bobi alias Sueb alias Supri, harus diakui sangat enak. Sebelum berangkat ke kampus, seruput kopi yang ia sajikan itu nikmat sekali.
Supriono alias Bobi alias Sueb alias Supri, sebenarnya penikmat kopi. Setiap pagi, harus ada kopi. Pernah suatu kali ia memilih tidak ke kampus karena tidak ada kopi.
Comments