Kamis malam 1 Agustus 2019, Baiq
Nuril tentu kaget bercampur haru. Bagiamana tidak, di malam itu ia mendapat
kabar yang mengejutkan sekaligus bisa membuatnya menangis bangga. Ia diundang
ke Istana untuk bertemu Presiden Joko Widodo.
Jumat pagi sekitar pukul 11.00
waktu Indonesia tengah, ia terbang dari Bandara Internasional Zainuddin Abdul
Madjid, Lombok NTB.
Belum kering tangisnya, saat
akhirnya DPR dalam sidang paripurnanya 25 Juli 2019 menyetujui pertimbangan
Presiden untuk memberikan amnesti ke Baiq Nuril. Tangisnya pecah. Dan kini,
setelah Keputusan Presiden atau Keppres amnesti dia resmi dikeluarkan pada 27
Juli 2019, sudah langsung diajak bertemu oleh Presiden.
Berbaju putih dan berkerudug
merah, wajah ceria Baiq Nuril terlihat jelas ketika menaiki tangga Istana
Bogor, sore sekitar pukul 15.08 WIB. Senyumnya terpancar saat melewati barisan
wartawan. Sejenak, ia menunggu di ruang tunggu sebelum masuk ke Ruang Kerja
Presiden Jokowi, yang telah menantinya.
Ruang kerja yang biasa menerima
tamu negara itu, kali ini kedatangan seorang warga biasa dari Lombok NTB, yang
sempat mencuri perhatian masyarakat atas kasus yang menimpanya. Dihukum enam
bulan penjara dan denda Rp500 juta potong masa tahanan, karena jeratan UU ITE. Padahal,
dia adalah korban dari kekerasan seksual.
“Saya gugup,” begitu kata mantan
pegawai di SMAN 7 Mataram itu.
Masuk ke ruangan dan sempat
menyalami Jokowi, Nuril memang tampak gugup. Ada Mensesneg Pratikno dan
Menkumham Yasonna H Laoly. Presiden Jokowi memulai percakapan, menanyakan
kabarnya. Nuril tidak banyak bicara. Bahkan ia sempat keliru begitu ditanya
oleh Presiden soal jarak dari rumahnya di Lombok Tengah dengan bandara.
Memegang sebuah map putih berisi
Keppres Nomor 24 tahun 2019 tentang Pemberian Amnesti, Nuril tak kuasa menahan
haru. Ia sesekali tersendat dalam berbicaranya. Air matanya ingin tumpah, tapi
coba dia tahan.
“Saya Cuma bilang terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Presiden yang dengan senang hati beliau mau
menerima saya di Istana Bogor ini. Dan saya sangat bangga punya Presiden
seperti Bapak Jokowi. Karena saya cuma rakyat biasa,” ujar Nuril.
Tidak banyak yang bisa ia
sampaikan uneg-uneg ke Jokowi. Padahal keinginannya adalah agar negara
membentuk semacam lembaga di setiap daerah, untuk menerima pengaduan kasus
serupa dirinya. Agar para korban, tidak takut dan berani bersuara. Nuril mengakui
ia gugup. Karena gugup itu, keinginannya tersebut tidak bisa tersampaikan.
“Mungkin karena saya gugup,
jadinya saya cuma bisa bilang terima kasih atas perhatiannya sampai saya
diberikan amnesty dan tidak banyak yang saya (sampaikan),”.
Comments