Suatu malam, dengan ojek online saya bergegas menuju salah satu rumah sakit swasta di daerah, Jakarta Utara. Pekerjaan tersisa digarap cepat, jarum jam terus berputar. Hingga melewati pukul 19.00 WIB. Hujan terpaksa diterobos, demi cepat sampai. Maklum jarak ke sana lumayan jauh. Saya dari wilayah Jalan Veteran Raya Jakarta Pusat. Cukup dekat dengan Monas, apalagi Istana.
sumber: wolipop.detik.com |
Siangnya, istri memang sempat meminta izin apakah bisa nambah satu orang lagi untuk ikut di mobil. Rencana awal, selain kami berdua, ditambah ibu mertua. Maka kalau tambah satu lagi, jadi empat orang, dua di depan dan dua di belakang. Tambahannya tak lain adalah kakak sepupu kami. Saya pun mengiyakan.
Tiba di salah satu rumah sakit di Jakarta Utara itu, saya langsung menuju tempat mobil diparkir pagi tadi. Dari jarak 5 meter, sudah terdengar mesinnya dinyalakan. Sekilas tampak terlihat orang di dalam.
Saya membuka pintu depan, tempat mengemudi. Pandangan mata saya arahkan ke belakang. Ibu yang berbaring di kursi belakang itu, duduk tak lama setelah saya membuka pintu. Sementara di sebelahnya, hanya duduk diam dengan jilbab hitam. Tatapan ku datar saja, sedikit senyum. Ada rasa bersalah karena membuat mereka menunggu lama.
Tentu yang di samping ibu mertua, di kursi belakang, adalah kakak sepupu, yang tadi siang diberitahu kalau akan ikut dalam kendaraan kami. Perut lapar, membuat saya juga tidak bergairah untuk berbincang dengan mereka, walau sekedar menanyakan kabarnya.
"Langsung jalan aja ya," ujarku ke istri yang duduk di samping. Karena diwaktu bersamaan saya juga lapar, akhirnya istri menyuapi saat saya sembari membawa mobil.
Makan malam saya di mobil itu adalah 'Oha Mina', jenis makanan khas Bima/Mbojo. Apa itu 'Oha Mina' mungkin butuh penjelasan di tulisan yang lain.
Beberapa menit berselang, kami sudah meninggalkan rumah sakit itu. Meluncur pelan, dengan petir menyambar di selatan Jakarta. Kami baru kebagian gerimisnya.
Baru beberapa meter meninggalkan rumah sakit itu, istri kemudian bercerita. Karena rombongan ibu mertua, kakak sepupu, dan anggota keluarga lainnya, juga ingin ke Depok. Namun sedikit ribet karena perdebatan-perdebatan yang tidak penting.
Sampai tiba dia menyinggung soal kakak sepupu, yang siang tadi dia bilang ikut bersama kami dalam satu mobil. Yang saat saya membuka pintu mobil di rumah sakit tadi, terlihat duduk berdiam di belakang, samping ibu mertua.
"Ini si bunda kok malah cerita di depan orangnya langsung sih" begitu gumam ku dalam hati, tidak merespon ceritanya.
Aku tak meladeni topik itu. Bayangkan saja, apa nggak tersinggung orang kita bicarakan di depan orangnya langsung? Aku tak habis pikir dengan sikap istri saat itu. Beda kayak biasanya.
"Pantas mungkin si kakak diam saja. Tidak biasanya nggak ngobrol. Biasanya juga ketawa ketiwi," begitu pikirku, saat kendaraan sudah melaju di tol.
Sesekali aku menengok melalui kaca dalam yang ada di depan bagian atas ku. Agak samar karena gelap, tapi tidak bisa terlihat semua yang duduk di belakang. Maka separoh ibu saja yang terlihat, sambil terdengar sesekali kalimat istighfar dari mulutnya. Selalu begitu saat berada di dalam mobil.
Dalam hati muncul kekhawatiran, si kakak tersinggung dengan pernyataan istri tadi. Walau sebenarnya, tidak ada yang layak membuatnya marah. Hanya menceritakan keribetan ketika memilih roda dua atau roda empat untuk ke Depok.
Separuh perjalanan, tersisa aku sendiri. Istri di samping sudah terlelap tidur. Tak enak membangunkan, mungkin dia sangat lelah. Tetapi dalam hati aku sedikit masih penasaran dengan bangku belakang. Si kakak belum juga angkat bicara.
"Apa dia sudah tidur?".
Tapi saat aku tengok lewat kaca, hampir tak ada aktivitas. Walau aku tak bisa memastikan posisi dua orang di belakang. Ibu mertua pun hanya terdengar samar suaranya.
"Mungkin mereka duduk di sisi pinggir,".
Hingga akhirnya, kami tiba di Depok, rumah keluarga. Mobil saya bawa sampai ke dekat rumah. Istri turun terlebih dahulu. Menyusul ibu mertua setelah pintunya dibukakan oleh istri dari luar.
Tapi aku terkaget setengah mati. Heran tak bertepi. Pintu yang dibuka oleh istri adalah posisi duduk si kakak sepupu itu. Tapi yang justru keluar adalah ibu mertua. Di luar, tidak ada sosok si kakak yang saat di rumah sakit tadi aku lihat duduk diam dengan jilbab hitam. Tapi justru ibu mertua yang keluar walau duduk di bagian sebelah si kakak sepupu itu.
Dan setelah ibu mertua turun, tidak ada lagi yang ada di mobil selain aku. Dan yang berjalan turun hanya dua perempuan itu, ibu mertua dan istri.
"Oke, siapa dia?"
Aku parkir mobil di lahan yang dikhususkan untuk parkir, di perumahan yang ada di depan salah satu SMP di Kota Depok itu. Setelah itu, berjalan ke dalam rumah. Beliau adalah kakak dari bapak kandung ku.
Tiba di dalam, aku kaget. Si kakak ternyata sudah sampai. Sudah dengan pakaian biasa. Dengan tawa-tawa. Yang ternyata sudah jalan terlebih dahulu sore harinya, sebelum kami berangkat tentunya. Dan tidak jadi menumpang mobil kami.
"Iya tadi lupa ngasi tahu, si kakak nggak jadi naik mobil kita," istri memberi klarifikasi.
lalu, siapa orang keempat di dalam mobil kami?
Comments